Toko Online terpercaya www.iloveblue.net

Toko Online terpercaya www.iloveblue.net
Toko Online terpercaya www.iloveblue.net

Tuesday 22 September 2009

Menyadari Simpul Saraf Ruh di Dalam Diri Jalan Sunyi Aksara Bali...

SANGATLAH beruntung Bali, karena tak cuma memiliki tradisi bahasa lisan, melainkan juga memiliki tradisi aksara. Sungguh tidak banyak bahasa-bahasa di dunia yang memiliki tradisi aksara. Bahasa-bahasa di bagian timur Indonesia misalnya, lebih banyak tidak memiliki tradisi aksara.

Cukup panjang, memang, perjalanan, lebih banyak tidak memiliki tradisi aksara.

Cukup panjang, memang, perjalanan sejarah bahasa dan aksara Bali. Malah, perkembangan aksara Bali hingga seperti sekarang telah melalui proses keterpengaruhan dari bahasa lain khususnya bahasa Jawa Kuno.

Penelitian yang pernah dilakukan memberikan dugaan kuat aksara Bali berkembang dari huruf Pallawa yang dikenal dengan nama huruf Bali Kuno. Huruf ini berkembang pada sekitar abad ke-9 sampai abad ke-10 dan terus mengalir sampai kini. Sistem yang digunakan yakni sistem silabik. Artinya, satu tanda mewakili satu suku kata yang diambil dari huruf awal suku kata yang diambil dari huruf awal suku kata dimaksud. Tiap suku kata dibentuk dari satu konsonan dan satu vokal.

Dr. Rudolf Gorris menemukan bahwa bahasa Bali Kuna dominan digunakan dalam prasasti-prasasti periode awal zaman Bali Kuna. Sedikitnya ada 33 prasasti yang menggunakan bahasa Bali Kuna. Setelah masa pemerintahan Raja Udayana Gunapriyadharmapatni (989-1011) mulailah digunakan bahasa dan aksara Jawa Kuna. Tatkala masuk pengaruh Majapahit, bahasa Kawi-Bali pun mulai digunakan, terutama di naskah-naskah lontar.

Karena itulah, perkembangan bahasa Bali sendiri dibagi dalam tiga babakan. Pertama, bahasa Bali Kuno yang sering juga disebut dengan nama bahasa Bali Mula, kedua, bahasa Bali Tengahan atau sering disebut Kawi-Bali dan ketiga, bahasa Bali Kapara atau bahasa Bali modern yang diwarisi hingga saat ini.

Namun, saat ini aksara Bali seperti menempuh perjalanan melelahkan di jalan sunyi. Bahasa dan aksara Bali hanya bisa tumbuh di tengah komunitas terbatas seperti para sulinggih, pemangku, undagi, balian, atau pun sastrawan. Sementara di tengah-tengah komunitas besar masyarakat Bali, aksara Bali terasa begitu asing.

Memang, terakhir muncul terobosan memasukkan font (bentuk huruf) dalam aksara Bali ke dalam komputer. Pencetusnya, I Made Suatjana, seorang yang suka menjelajahi dunia komputer asal Ubung, Denpasar. Maka, mulailah penulisan aksara Bali itu bisa dilakukan hanya dengan memencet tombol komputer. Sistem yang digunakan yakni menemonik atau yang lazim disebut dengan jembatan kuda.

Hanya memang, temuan Suatjana belum sepenuhnya bisa dimanfaatkan semudah orang mengetik dengan model huruf lain yang tinggal mengklik mouse sudah tampil model huruf tersebut menggantikan model huruf latin yang sebelumnya diketik. Untuk bisa mengetik dalam aksara Bali, seseorang haruslah memahami pasang aksara (aturan penulisan aksara) Bali terlebih dahulu. Sementara penguasaan masalah ini cenderung menjadi momok yang justru membuat orang tidak berminat belajar menulis aksara Bali.

Sepuluh tahun terakhir, orang Bali mengalami pergulatan yang kian mengental mengenai identitas kebaliannya. Di tengah pergulatan itu, kekhawatiran akan musnahnya bahasa Bali sebagai salah satu identitas Bali juga menguat. Kekhawatiran itu mengemukakan menyusul kian menyusutnya orang Bali yang bisa menjadi penutur bahasa Bali dengan baik. Peran Bahasa Bali sebagai bahasa keseharian perlahan mulai tergeser oleh kehadiran bahasa Indonesia bahkan bahasa Inggris, tak hanya dialami orang Bali yang tinggal di luar Bali bahkan juga orang Bali yang tinggal di Bali. Karena itu, Biro Pusat Statistik (BPS) memperkirakan, tahun 2041 Bahasa Bali yang penuturnya hanya 2 persen dari seluruh penutur Bahasa Indonesia bakal punah.

Semua ini tak pelak memperkuat kesadaran orang Bali untuk menyelamatkan bahasa ibunya itu. Pemerintah Bali pun menelorkan sejumlah kebijakan publik guna menjaga kelestarian bahasa dan aksara Bali seperti mewajibkan penulisan aksara Bali di papan-papan nama instansi pemerintah, papan nama jalan sampai gerakan hari tertentu khusus berbahasa Bali. Namun, kebijakan yang cenderung hanya menyentuh tataran pragmatis itu terasa tak begitu efektif. Orang Bali, khususnya para peneliti atau pun pecinta bahasa Bali tetap galau dengan kehidupan bahasa Bali ke depan.

Mungkin, aksara Bali tidak akan sampai punah seperti yang dikhawatirkan banyak kalangan. Aksara Bali tetap akan hidup, karena para sulinggih, pemangku, pendeta, undagi, balian dan sastrawan tradisional tetap bergerak dari landasan aksara. Di tangah merekalah, ''penjaga kebudayaan'', aksara Bali yang menjadi ''roh'' kebudayaan Bali akan tetap terpelihara.

Hanya, kita akan senantiasa berhadapan dengan kenyataan aksara Bali tetap tumbuh di jalan sunyi. Lantaran aksara Bali masih saja tidak menarik bagi kebanyakan orang Bali. Padahal, mereka, manusia Bali, lahir, hidup dan akhirnya mati pun bersama aksara. Aksara di dalam diri. Hanya, tidak banyak yang menyadarinya.

* i made sujaya

sumber: http://www.balipost.co.id/balipostcetak/2008/1/6/apresiasi.html

1 comment:

  1. suksma pisan pak Made Sujaya, iya, betul, kita perlu menghidupkan "sungai" budaya warisan olahan leluhur, mengalir dalam bahasa...sastra, huruf pengandungnya...., sekedar kaitan silahkan lihat Omniglot: http://www.omniglot.com/writing/balinese.htm

    ReplyDelete